Berhitung Mundur Menuju Album FSTVLST II : Menyoal Etos Keterlibatan

Sumber : https://www.instagram.com/fstvlst/
Beberapa tahun lalu, sebelum akhirnya album HITS KITSCH tiba di tangan saya di suatu sore yang mendung, saya pernah menulis untuk blog FSTVLST tentang bagaimana idealnya menjadi penunggu yang baik. Saat itu saya menjadi penyaksi bagaimana hampir setiap malam ketika Gulita Benderang memberikan kesempatan untuk bertanya apa saja dan yang memenuhi lini masa adalah pertanyaan kapan album baru dirilis. Atau di hampir semua panggung yang saat itu belum seproduktif beberapa tahun terakhir, maspak Gulita Benderang dengan sabar terus meyakinkan kepada para pengantusias FSTVLST bahwa masa itu akan datang.

Tulisan yang saya lupa bertajuk apa persisnya itu kira-kira berisi tips sederhana untuk menjadi bagian dari album yang ditunggu. Ketimbang menjadi penunggu pasif dan tak berbuat apa-apa untuk sesuatu yang dinanti, lebih baik menjadi penunggu aktif dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya sinyal berupa cerita, attitude di depan panggung, obrolan akrab setelah panggung rendah tanpa barikade atau lewat medium apa saja yang harapannya dengan menjadi amunisi bagi karya yang dinantikan lama saat itu.

Ajakan bagi teman-teman Festivalist untuk terlibat dan menjadi bagian dari album baru yang saat itu masih berbentuk tanda tanya, meski penandanya yang dimulai dengan Tuhan, Setan atau Malaikat (yang kemudian menjadi Tanah Indah untuk Para Terabaikan) dan kemudian Hari Terakhir Peradaban sudah mengudara, tentu bukan hanya inisiatif tanpa preseden.

Sejak pertama kali bertemu Jenny 10 tahun lalu yang kemudian bermetamorfosa menjadi FSTVLST tak begitu lama setelah perjumpaan pertama yang selalu saya syukuri itu, pelibatan dan keterlibatan para pengantusias yang kemudian diberi nama Festivalist atau Teman Pencerita, Klub Mati Muda di era Jenny telah menjadi serupa etos yang mewajah dalam bentuk-bentuk yang sederhana namun membekas. Paling tidak bagi saya dan tentu banyak teman yang menjadi bagian dari kisah panggung-panggung penuh peluh plus “dakwah” singkat tentang keseteraan, kebahagiaan yang sederhana yang kemudian selalu berakhir dengan sangat kosmopolit di Angkringan Pak Tegho yang setara itu. 

Dan menariknya karena ruang kemungkinan untuk pelibatan tersebut tak melulu berharap pada kehendak alam sehingga semuanya tak selalu berjalan alamiah dan insidentil. Sebaliknya ruang-ruang tersebut adalah hasil dari konstruksi dan buah pikir bersama. Saya ingat benar bagaimana teman-teman Festivalist menginisiasi Buka Puasa bersama yang diawali dengan gigs mikro nan sederhana di depan sebuah distro yang tak jauh dari UNY. Yang kemudian diulangi lagi di tahun berikutnya. Momentum seperti ini tentu tidak hanya tentang “bertemu dengan band idola”, tapi lebih jauh tentang sebuah etos yang mesti diperjuangkan bersama. Etos menjadi setara dengan cara-cara yang sederhana.

Sekelumit kisah diatas tentu hanya sedikit dari banyak inisiatif dengan nafas serupa yang menariknya kini berbentuk dalam banyak cara dan strategi. Termasuk saat album HITS KITSCH dan kemudian Album FSTVLST II hendak dirilis. 

Kalau teman-teman memperhatikan dengan jeli, etos pelibatan juga dikonstruksi FSTVLST saat hendak merilis HITS KITSCH dengan membuka dapur proses kreatif album tersebut dengan segala detailnya yang sungguh untuk strategi taktik pemasaran sangatlah ciamik. Targetnya memang seolah hanya agar setiap orang dapat menghargai karya dan karenanya malu melakukan hal-hal yang alih-alih menunjukkan cinta namun sebenarnya luka bahkan dalam bentuk yang paling lunak dengan rajin bertanya “bisa minta link download gak mas?”. Namun bagi saya siasat ini adalah bagian dari pelibatan tersebut. Pelibatan yang (harusnya) mampu memangkas jarak eksklusifitas dengan tidak penting antara band dan para pengantusias. 

Siasat serupa kembali ditempuh FSTVLST di detik-detik menghitung mundur menuju album FSTVLST II. Tak percaya? Silahkan lacak apa yang sudah dilakukan kolektif ini sejak mereka mulai melempar beberapa nomor lagu di album berikutnya secara gratis seperti udara di pagi hari dengan syarat yang lebih mudah dari membuat akun Tiktok pertamamu. Kamu cukup menuliskan biodata singkatmu dan kemudian kamu tercatat menjadi bagian dari penyebarluasan karya. Setelah itu silahkan menikmati karya-karya yang tersedia. Hingga yang paling anyar, ajakan untuk menabung lima puluh ribu untuk password memiliki rilisan yang semoga akan segera rilis. 

Sumber: https://www.instagram.com/fstvlst/
Selain sebagai strategi branding, bagi saya inisiatif-inisiatif ini adalah bagian dari siasat untuk bercakap dengan para pengantusias FSTVLST. Temanya masih sama, masih di seputar hal-hal keseharian dan yang kita hidupi sehari-hari. Dan berbagai inisiatif untuk terus menghelat percakapan dengan banyak medium yang dilakukan FSTVLST saya kira adalah upaya lain untuk memberi wajah nyata dari karya-karya mereka sejak Manifesto hingga yang Kedua nanti. Tak percaya lagi? Coba perhatikan dengan seksama nomor-nomor yang sudah bisa kamu unduh seperti Gas!, Rupa, Mesin dan lainnya.

Akhirnya, ini masih tentang ajakan untuk terlibat bersama dan “menghidupi” FSTVLST dengan terus menginisiasi percakapan dengan cara kita masing-masing serta terus merayakan hari-hari yang nampaknya belakangan ini tak begitu mudah kita jalani. Mungkin dengan begitu kita akan bisa saling menguatkan.

Mari menunggu.

Belia Pagi
Wesabbe, 15 Juni 2020

Berhitung Mundur Menuju Album FSTVLST II : Menyoal Etos Keterlibatan Berhitung Mundur Menuju Album FSTVLST II : Menyoal Etos Keterlibatan Reviewed by Kedai Buku Jenny on June 14, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.