Pertengahan
minggu kemarin, tetiba KBJ dapat todongan yang seyogyanya telah
ditunggu-tunggu. Ippang, seorang kawan
dari Pakopi, ringkas, padat dan jelas mengajak kami untuk ikut dalam event yang ia dan
teman-temannya gagas dan dihelat kedua kalinya tahun ini. Ajakan serupa yang
tidak bisa kami iyakan tahun lalu. Seingat kami, perkara cuaca menjadi
kendalanya saat itu. Tanpa berpikir terlalu panjang, kami berkata iya,
alasannya sederhana, kami agak sungkan menolak orang untuk kedua kalinya dan
sepertinya setelah melelui Oktober dan pertengahan November yang agak hectic, kami berhak mendapat satu dua
hari liburan.
Kami
sekeluarga menyambut antusias Sabtu kali ini walau sebenarnya setiap akhir
minggu kami selalu bersemangat. Maha dan Suar sudah kelihatan tidak sabar, bolak
balik ke teras menunggu mobil yang berencana membawa kami ke Bulukumba. Jam
10an lewat, mobil Escudo hitam sudah terparkir di depan KBJ. Ada Achir, teman dari Sipulung
Carita, yang sudah siap mengantar kami sampai di tujuan.
Kami
meninggalkan Makassar, hampir pukul 12, setelah menjemput Om Has yang juga akan
menunjukkan karyanya di sana. Perjalanan lancar nyaris tanpa hambatan. Maha
tidak seperti biasanya, kali ini dia menikmati perjalanan, tertawa, bercerita
dan bermain bersama Suar. Dan Suar
seperti biasa menghabiskan hampir lima jam perjalanan tanpa lelah sama sekali,
baik badan maupun mulutnya. Ada ada saja yang bisa dia ceritakan.
Dan, setelah
melalui perjalanan panjang yang diujungnya agak menegangkan karena jalan curam,
berbatu, berliku dalama arti yang sebenarnya, senyum lebar tersungging saat
melihat hamparan laut biru dan pasir putih yang menggoda kami untuk segera
bersamanya. Ini kali pertama, saya pribadi tiba di pantai tanpa mengerutkan
kening, entah itu karena terlampau panas atau kotor dan alasan-alasan lain.
Tapi, kali ini kami tiba di waktu yang tepat. Matahari bersembunyi rapat di
balik awan kelabu. Teman-teman yang telah lebih dahulu datang melakukan
aktivitasnya masing-masing, menikmati pantai, mempreteli kendaraannya, memburu
foto, mendirikan tenda, dan check sound
untuk pentas di malam hari.
Dan kami,
tanpa babibu langsung menyerbu laut.
Perjalanan hampir lima jam serasa dibayar lunas. Maha dan Suar pun tampak
girang. Kami berada di salah satu pantai di Kabupaten Bulukumba, Mandalaria. Walau
titiknya sudah bisa di temukan via google
map, tapi tempat ini menurut cerita Achir, masih jarang disambangi
pelancong. Mereka bahkan menemukannya
karena tersesat saat mencari pantai Appalarang di tempat yang tidak jauh
dari situ. Aksesnya yang lumayan sulit, menurut saya juga salah satu alasan
kenapa pantai ini tidak ramai dibicarakan. Bisa jadi, ini sebuah berkah. Bukan
rahasia lagi, bagaiamana alam yang keindahannya eksotis kerap berubah tidak
alami karena terlalu banyak sumbangsih buruk manusia.
Pantai ini
terletak di Desa Ara, adalah desa dimana perahu-perahu Pinisi dibuat. Hutan
yang kami lewati sebelum pantai adalah pemasok kayu-kayu untuk perahu pinisi.
Kami memang disambut pengerjaan 3 perahu Pinisi di bantaran pantai. Ada villa
besar dengan sekitar 4 kamar dengan fasilitas yang sangat keren berdiri kokoh
di sana. Dan pemiliknya, bukanlah warga Indonesia. Dengan biaya minimal 4 juta
semalam, rumah dan segala fasilitasnya bisa digunakan. Untuk biaya yang lebih
kecil, ada villa yang juga jauh lebih imut berdiri tidak jauh di sampingnya, dan
semua akses untuk dua tempat tersebut bisa didapatkan lewat ibu penjaga warung
yang mendirikan warung kecil di sana.
Nah, di
halaman villa besar inilah, Creative Camp 2017 digelar, halaman yang luas
lengkap dengan rumah pohon dan ayunan yang cantik, memadai untuk gelaran yang
masih saya raba-raba sejak kali pertama tiba. Magrib menjelang, aktivitas di
sekitar pantai mulai berpindah ke Camp, tenda berjejer rapi, di tengah ada palet-palet kecil membentuk panggung
dengan sound system sederhana, motor dan mobil terparkir sesuai genrenya. Tidak
banyak orang yang hadir, tepatnya kurang dari 100an orang, namun menurut kami
suasananya menjadi sangat hangat. Dan tidak seperti biasa, kami menjumpai
orang-orang baru yang memungkinkan kami menjejal banyak jejaring dan kesempatan
baru.
Creative Camp
sendiri adalah program tahunan yang tahun ini telah menginjak tahun kedua
pelaksanaannya. Event tahunan ini diinisiasi oleh Komunitas Sipulung Carita,
sebuah komunitas yang berbasis di Makassar dan intens menggelar kegiatan yang
memadukan unsur sosial, seni dan entrepreneur.
Saat malam
mulai merangkak, panitia mengabarkan kalau diskusinya akan digelar. Saya baru ngeh saat acaranya berlangsung. Jadi,
Creative Camp tahun ini meng cover
hobi dan minat sebagai jalan merintis bisnis. Ada teman-teman yang bicara
tentang bisnisi fotografi, ada yang bicara tentang website dan kami bicara
tentang bisnis literasi. Temanya sangat baru, namun menarik untuk dibahas. Bincang bincangnya dikemas santai dan intim,
dilaksanakan bersamaan di beberapa titik. K’ Bob selanjutnya saya secara
bergantian, langsung membuka dapur KBJ, tidak tanggung-tanggung. Bercerita bahwa ketertarikan kami pada buku
dan musik “menceburkan” kami secara sadar ke dalam bisnis ini. Kalau bercermin
dari pengalaman KBJ, bisnis ini bisa jadi tidak menjajikan secara meteri tapi
menjanjikan ragam capaian-capaian yang jauh lebih kaya dari nominal-nominal. Walau
begitu, dalam hitungan ekonomis, kami tidak lagi dirugikan. KBJ setidaknya
mampu membiayai operasionalnya sendiri hingga menggelar helatan-helatan kecil
tiap bulan. Bincangnya berjalan mengalir
serupa curhatan pegiat bisnis rumahan. Dan kami sangat menikmatinya.
![]() |
Diskusi Bisnis Literasi (Tim Dokumentasi Sipulung Carita) |
Sesi kami
berakhir setelah hampir 120 menit. Panggung mulai berbunyi, dan musik mulai
bermain. Ada duo folk yang digawangi oleh Nanda dan Komang yang mereka namai Akar
Beton, membuka malam yang panjang. Mereka membawakan 4 nomor lagu yang
mengantar kami menuju malam yang syahdu.
![]() |
Akar Beton (Foto oleh Anita) |
Setelahnya, dengan jeda yang lumayan
panjang Om Has beraksi. Dia tampil solo dengan gitar akustik membawakan
lagu-lagunya bernuansa folk dengan suara berat. Penampilan Om Has dibuka dengan
dua lagu milik Naif dan berikutnya berturut-turut empat lagu gubahan sendiri
yang kesemuanya diilhami dari pengalaman Om Has ketika bersama beberapa
kawannya berlayar dengan Perahu Sandeq dan angin barat daya yang tersohor ganas
itu membuat mereka terdampar di sebuah pulau antara Takalar dan Jeneponto.
Cerita tentang keempat lagu itu dibagikan Om Hasketika sesi diskusi yang kami
bawakan berakhir. Selain cerita dibalik lagu yang menarik dan menggugah, suara
Om Has memang tak biasa. Kalau ada sayembara untuk mengisi posisi vokalis
Payung Teduh yang baru saja ditinggalkan Is, maka saya akan merekomendasikan
nama Om Has di deretan pertama.
![]() |
Om Has (Tim Dokumentasi Sipulung Carita) |
Setelah
penampilan Om Has yang menggenapi semilir angin pantai malam itu, dilanjutkan
dengan penampilan Project Ex yang berformat band. Project Ex membawakan
beberapa lagu milik Cold Play yang cukup terkenal sehingga penonton dapat
dengan mudah menyanyi bersama sepanjang penampilan mereka.
Setelah
Project Ex, kami mengarahkan perhatian ke sebelah kanan panggung, tepatnya ke
layar putih yang telah disiapkan panitia untuk sesi pemutaran film pendek.
Seperti tahun sebelumnya, Creative Camp tahun ini juga mengajak teman-teman
dari Imitation Film Project yang selama ini bergelut di ranah film independen
untuk terlibat. Mereka membawa 6 film pendek untuk diputar. Keenam film dengan
berbagai genre yang diputar malam itu merupakan
produksi teman-teman sineas muda Makassar yang sekarang sedang giat-giatnya
bersuara melalui karya film dan beberapa diantara film tersebut bahkan mendapat
apresiasi luar biasa hingga di ranah mancanegara.
Sesi
pemutaran film pendek malam itu kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai
film-film yang diputar malam itu oleh Fera, adam dan Arya dari Imitation Film
Project. Selain bercerita mengenai latar belakang beberapa karya milik
Imitation Film Project yang diputar, mereka juga menjelaskan bagaimana geliat
sineas muda Makassar yang terus berupaya menghadirkan ruang tontonan alternatif
yang memungkinkan keterlibatan siapa saja.
![]() |
Diskusi bersama Imitation Film Project (Foto oleh Anita) |
Meski malam
sudah begitu tua, namun panggung belum berhenti. Selanjutnya ada project duo
bernama Secangkir Berdua yang diisi Arya di biola dan Aldi di gitar. Penampilan Secangkir Berdua lalu dilanjutkan dengan
berbagai penampilan yang melibatkan teman-teman yang lain di sesi acara bebas.
![]() |
Secangkir Berdua (Foto oleh Anita) |
Matahari
datang dengan cepat, dan kami mencoba tidak melewatkannya. Namun, awan hitam
memilih menetap di atas kami, namun tidak menghalangi kami mencicipi air laut
pagi hari. Minggu pagi yang hampir sempurna namun harus segera kami tinggalkan.
Kami pulang, dengan suntikan semangat baru, dari air laut, pasir putih, lagu
yang baru kami dengar, film yang kami tonton, dan yang paling utama karena
bertemu dengan nama-nama yang betul betul baru. Terima kasih teman Creative
Camp, kami selalu bersyukur atas kesempatan-kesempatan yang kami dapatkan.
Melalui KBJ, kami belajar bukan hanya tentang dapur yang tetap harus terus
mengepul, tapi melampaui angka-angka yang tertulis di buku keuangan kami.
Makassar, 20
November 2017
Harnita
Rahman
Menjumpai Kebahagiaan Sederhana di Creative Camp 2017
Reviewed by Kedai Buku Jenny
on
November 21, 2017
Rating:

Wah, jadi mau kesana juga. Semoga bisa dan sempat. Terima kasih telah bercerita.
ReplyDelete