~sebuah
usaha menuliskan peristiwa ala jurnalisme gonzo~
oleh Rudi / Teman Pencerita
Sederhananya,
musik adalah kumpulan atau susunan nada yang mempunyai ritme tertentu dan mengandung
isi atau nilai perasaan tertentu. Musik adalah bahasa universal. Musik telah
banyak sekali mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Musik dapat membantu
pembentukan sebuah peradaban. Musik digunakan sebagai media penyembahan bagi
beberapa kepercayaan, sebagai terapi untuk penyakit tertentu. Musik juga berpengaruh
banyak pada kondisi perpolitikan di suatu negara.
Musik dapat berperan sebagai
media terapi dan meditasi bagi beberapa orang.
Selain memainkannya, bagi saya hal lain yang tak kalah
menyenangkan adalah dengan membahas dan membicarakannya. Saya selalu teringat
dengan ucapan teman saya Rahmat, seorang jurnalis musik dan juga Teman
Pencerita di Kedai Buku Jenny, bahwa kurang lebih seperti ini; dewasa ini musik
tidak lagi harus selalu dibayangkan sebagai sesuatu yang harus dinikmati
melalui indera pendengaran. Ya, bisa melalui tulisan-tulisan tentang musik
entah mengenai sejarah bandnya, kelirikan ataupun hal-hal lain yang tidak
serta-merta dapat ditangkap begitu saja ketika mendengarkan sebuah karya musik.
Sederhananya, saya ingin membuat musik bisa dibaca.
Bagi saya sendiri musik adalah soundtrack kehidupan
bagi musisi ataupun pendengarnya. Ini sejalan dengan apa yang digambarkan oleh
Kak Bob pada pertemuan bertajuk ‘Album Minggu Kita’ di Kedai Buku Jenny, Sabtu,
9 Februari 2019. Album Morfem yang bertajuk Indonesia bagi Kak Bob adalah “soundtrack
yang pas ketika sedang berada di Jogja. Lagu wahana jalan tikus, tidur di mana
pun bermimpi kapan pun adalah nomor-nomor cantik yang selalu berhasil
membawanya pada masa-masa itu.” Saya bisa membayangkan bagaimana ia hidup di
sana sebagai perantau yang merasa serba jauh dari segala hal yang seharusnya ia
bisa temui kapan pun, kampung halaman dan orang-orang tercinta misalnya. Namun
Morfem selalu hadir sebagai obat bagi segala kejenuhan dan kepenatannya.
Album Minggu Kita sendiri ialah sebuah program di
Kedai Buku Jenny yang baru dilaksanakan dua kali (seharusnya diagendakan secara
rutin. Hehehe) dengan syarat membawa rilisan fisik yang kau punya dalam bentuk
compact disc ataupun kaset tape. Di sana kita akan membicarakan apa saja
tentang album tersebut. Malam itu saya menceritakan tentang album Rust In
Peace-nya Megadeth. Bagi saya album itu adalah titik awal dimana saya mencintai
dan memandang seperti apa itu musik metal secara teknis. Selain karena beberapa
lagu dalam album itu selalu masuk dalam list yang harus kami mainkan bersama
band kesayangan, juga karena komposisi dalam album itu begitu menakjubkan,
setidaknya menurut saya. Riff-riff gitar dan bass yang apik nan menguras otak
dan stamina ketika dimainkan. Album ini menceritakan banyak hal mulai dari
perang, politik, sosial, agama dan cinta. Album ini adalah masterpiece-nya
mereka berisi sembilan lagu yang dimana kesemuanya saya suka namun hanya
beberapa track yang menjadi kecendrungan untuk saya dengar antara lain Tornado
of Soul, Hangar18, Holy Wars.... Punishment Due dan Lucretia.
Meski malam itu orang yang datang kurang banyak, itu
tidak menjadi alasan kurangnya cerita-cerita menarik dan info tentang musik.
Saya mendapat banyak sekali pengetahuan dan sudut pandang baru tentang
bagaimana sebuah karya musik mempengaruhi orang lain. Mulai dari band keren
yang beraliran atmospheric black-metal Vallendusk yang diceritakan oleh
Awan, seorang Teman Pencerita yang sebentar lagi akan menjadi ayah, katanya.
Hehehe, selamat. Dia menceritakan beberapa album dan nampaknya sudah mengikuti
band itu sejak lama, terbukti dengan kedekatannya dia dengan band itu serta
koleksinya yang tak hanya satu dua album saja. Dia juga sempat menceritakan
kesenangannya akhir-akhir ini terhadap musik-musik lawas yang salah satunya
adalah Fariz RM album Sakura. Dan lagi-lagi saya menyesal karena baru
saat itu juga tahu tentang city-pop yang ternyata telah eksis di negeri
ini sejak dulu. Jadi, kawan Awan ini adalah penikmat musik sejati menurut saya dan
terbukti dengan kesenangannya yang tidak hanya dengan satu genre musik saja.
Musik juga bisa menjadi kendaraan menuju kemana saja.
Bisa menuju masa lalu atau ke masa depan, tergantung bagaimana musik yang
sedang kita dengarkan itu membawa nuansanya. Angsa dan Serigala dengan album self-tittled
yang dirilis pada tahun 2012 itu misalnya. Album itu menurut Kak Nita adalah “sebuah
kendaraan dimana ketika dia mendengarnya, akan membayangkan Maha dan Suar
ketika besar nanti harus berjalan jauh dan melewati hari-harinya sendiri.”
Betapa album tersebut sangat monumental bagi Kak Nita terbukti bagaimana dia
berkaca-kaca dan terbawa haru menceritakannya ketika tiba di track Kala Langit
Telah Senja yang juga merupakan track favoritku di album ini.
Saya ingat bagaimana lagu ini dulu pernah begitu setia menemaniku pada
masa-masa tugas akhir perkuliahan dengan segala permasalahannya yang ada-ada
saja.
Saya mendengarkan Lynyrd Skynyrd ketika menulis ini,
sebuah band bergenre southern-rock, blues-rock, hard-rock asal Jacksonville
USA yang pernah mencapai puncak kejayaannya pada tahu 1970-an. Asap rokok yang
mengepul dengan suasana bising warkop, headphone di kepala dan kopi-susu yang
kemanisan adalah pelengkap suasana rock&roll ketika saya merangkai
tulisan ini, setidaknya seperti itu yang saya rasakan, hehehe. Tiba pada lagu Free
Bird, volume kukencangkan karena bagian terbaik dari lagu ini adalah pada
part akhir ketika solo gitar Allen Collins meraung-raung seperti orang
kesetanan memainkan nada-nada pentatonic nan bluesy. Oh ya,
barangkali kurang lebih seperti itu yang dirasakan oleh Ratu, seorang Teman
Pencerita, ketika mendengar lagu-lagu Fourtwnty, meski bentuknya agak berbeda
dari apa yang bisa kurasakan.
Jadi, Ratu adalah salah satu dari sekian banyak pecinta
lagu Zona Nyaman, menurut dia lagu itu adalah “teman ketika
kepenatan sedang melanda.” Nah, memang ada banyak alasan mengapa sebuah lagu
begitu sangat disukai, mulai dari Amy, seorang Teman Pencerita, yang menyukai
Kunto Aji karena liriknya, Suar yang menyukai lagu Menanam dari Kapal
Udara karena spirit menanam yang dibawa lagu itu sesuai dengan kesenangannya
dengan kegiatan menanam. Kak Buca yang senang mendengar Kinoko Tekoku
untuk menemani tidurnya agar lebih nyenyak, bahkan malah susah tidur jika tidak
mendengar lagu itu. Kinoko Tekoku adalah band dari Jepang yang beraliran
post-rock juga shoegaze dengan isian vocal wanita yang anggun dan
bersuara merdu khas wanita Jepang. “Kamu tidak akan menyesal ketika mendengar
band ini.” katanya.
Banyak sekali yang ingin saya ceritakan dalam tulisan
ini, namun hanya beberapa saja yang bisa saya ingat kembali, sebuah kesialan
memang, masih muda sudah pikun. Namun, terkadang dalam keadaan seperti ini
musik sanggup membawa pulang yang telah usang. Itulah mengapa saya selalu
menyetel playlist ketika hendak melakukan sesuatu. Contohnya bepergian. Doddy,
seorang Teman Pencerita, yang malam itu menceritakan kesenangannya dengan lagu
khas Amerika yang katanya “bernuansa keseharian kaum hyppies, hidup
vegan dengan hanya kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka.” Bagi saya itu
terkesan seperti lagu perjalanan dengan mobil van di sepanjang jalan kawasan
Texas, Amerika. Seperti yang selalu digambarkan dalam film-film koboi. Sebutlah
musiknya sekilas terdengar seperti country, psychedelic yang membuat
saya melayang ketika menyimaknya lebih jauh bersama whisky, hahaha.
Musik memang bisa menjadi alarm kenangan bagi siapa
pun. Tidak ada salahnya menyertakan musik dalam segala aktifitas. Otak manusia
juga kan terbatas ruang penyimpanannya. Kadang, sebuah hal penting tiba-tiba
berada diantrian paling belakang ingatan kita, itulah mengapa ada yang disebut
dengan lupa. Musik adalah sesuatu yang bisa mengembalikannya. Musik bisa merefresh
memori yang usang, memperbaiki mood, menambah semangat dan juga tentunya kadang
bisa membuat dua sejoli yang sedang marahan rujuk kembali. Atau bahkan seorang
yang sakit badaniah ataupun rohaniah bisa sembuh karena mendengar musik
tertentu. Jadi, harapan saya mengenai ‘Album Minggu Kita’ di Kedai Buku Jenny
hanya satu, semoga rutin dilakukan dan pesertanya pun semakin banyak, agar kita
bisa mendapat banyak pengetahuan baru mengenai segala hal tentang musik. Dan
pesan saya di akhir tulisan ini; jika kamu belum sanggup membuat musik, maka
jadilah seseorang yang layak untuk dimusikkan.
Musik dan Hal-Hal yang Mengusik
Reviewed by Kedai Buku Jenny
on
February 17, 2019
Rating:
No comments: