Malam ini, kembali kubuka dan kubaca beberapa tulisan yang kuposting di blog keluarga kecilku. Saat melakukan aktivitas seperti ini, saya selalu (kembali) membenarkan anjuran siapa saja untuk menulis tentang apa saja dari fase hidup yang terlewati karena kelak cerita-cerita itu akan membuatmu begitu bahagia sambil sesekali meneteskan air mata yang juga karena alasan kebahagiaan. Kebahagiaan yang meluas.
Nah, malam ini kumembaca salah satu postingan yang kutulis sebagai kado ulang tahun untuk seorang kawan yang kini jadi kolegaku di Kedai Buku Jenny dan di tempatku mengajar. Ah, bahagianya membaca tulisan ini dan kurasa tak salah berbagi kebahagiaan itu kembali di blog ini.
*
Punya toko buku sederhana adalah mimpiku. Ku tak tau pasti kapan mimpi yang satu ini kumasukkan dalam bucket list
mimpi-mimpi yang kuharap kelak terwujud. Mimpi ini tentu bukan sekedar
harapan yang kubiarkan bersemayam di altar suci dan tiap saat kusirami
dengan doa dan puja puji agar segera mewujud. Beberapa upaya kecil telah
kulakukan, paling tidak untuk memulainya.
Sekitar
tahun 2004, seorang kawan mengajakku untuk mengelola toko buku
sederhana yang juga merupakan sekretariat sebuah lembaga bantuan hukum indie.
Idefix nama toko buku itu. Beberapa kawan kuajak bergabung. Dan
merekalah yang kemudian melanjutkan toko buku itu setelah si Piong,
pemilik toko buku, memilih melanjutkan karir sebagai jurnalis di Papua.
Tak kutau nasib toko buku itu kini.
Setelah
menikah dan memutuskan untuk pindah ke Kendari, saya bersama istri juga
pernah begitu menggebu-gebu ingin mendirikan toko buku sederhana.
Bahkan ia telah kami beri nama, Kedai Buku Komrad. Namun karena banyak
hal akhirnya sampai kami kembali pindah ke Makassar, kedai buku itu tak
kunjung berjalan. Niat ternyata tak terlalu cukup untuk mewujudkan mimpi
sederhana itu. Begitu kesimpulan terakhir kami.
Dalam upaya mewujudkan mimpi memiliki toko buku, dua cerita di atas tentu tak bisa kugolongkan sebagai kegagalan karena toh
keringat sama sekali belum terkucur. Dan kalaupun itu kegagalan, tentu
tak akan kubiarkan menghentikan mimpi yang terlanjur mewarnai cerita
perjuangan kecil mewujudkan kebahagiaan-kebahagiaan sederhana.
Dan kini saat ku memilih melanjutkan sekolah di Kota Angkringan
ini, asa yang cukup lama terpendam itu kini kembali menyapa. Dan kini,
seperti sebelumnya juga ku tak sendiri berusaha menggapai mimpi itu.
Kota ini membuat kami berdua menjadi begitu bersemangat dan berselera
mengumpulkan remah-remah kecil inspirasi yang bertaburan di setiap sudut
kota ini untuk kami susun kelak setelah masa studi ini selesai. Di
sana. Iya kami akan menyusunnya di kota dimana keluarga-keluarga kecil
kami berada.
Aswin
namanya. Kami memanggilnya Sawing. Perubahan nama khas Bugis-Makassar.
Ia adalah kawan dan telah kutasbihkan sebagai saudara. Hampir semua
ceritaku tentang geliat kota ini pasti mencatat namanya meski sering tak
kusebut jelas. Kami berdua sejak awal telah sepakat untuk mengetahui
banyak hal tentang kota ini. Dan bagi kami sungguh merugi bagi mereka
yang pernah lama tinggal di kota istimewa ini dan membiarkan deretan
peristiwa berlalu tanpa cerita. Dan sejak itu kami berikrar untuk
menyusun cerita-cerita itu dalam pigura kami masing-masing.
Bagian
dari cerita-cerita inspiratif yang bertebaran dimana-mana itu pula yang
membuat kami berdua begitu bersemangat membincangkan dan mendiskusikan
berbagai hal mengenai toko buku di sela tumpukan aktivitas kuliah yang
sering kali tak begitu menarik. Dan bagian yang selalu kami senangi
adalah saat khayalan kami terbang ke salah satu sudut sempit Kota
Makassar dan membayangkan di sana berdiri sederhana toko buku kami. Dan
dibagian depan telah kami sepakati memasang plang nama kedai buku kami. Kedai Buku Jenny.
Anggaplah
cerita ini kuceritakan lima belas tahun lagi saat koleksi buku kami
sudah tak cukup untuk lemari sederhana yang kami siapkan dan salah satu
dari kami telah beruban…
Jenny adalah nama band indie
yang kami kenal tak sengaja dan kemudian menjadi lebih akrab di awal
masa kuliah kami di Jogja lima belas tahun lalu bersama kawan yang telah
lama kutasbihkan menjadi saudara, Aswin. Kami memanggilnya Sawing.
Perubahan nama khas Bugis-Makassar. Kini ia menjadi kolega kerjaku di
Kedai Buku yang kami beri nama sama dengan band ini.
Sejak
awal kami tidak pernah mengidolakan Jenny. Ia tak pantas jadi idola.
Bagi kami berdua ia lebih pantas menjadi teman yang selalu asyik diajak
bercerita dengan caranya sendiri. Jenny juga memperkenalkan kami berdua
tentang religiusitas yang tak menggurui dan hanya berurai air mata.
Tentang perubahan yang berirama dan berselera yang tidak cukup dengan
hanya kepalan tangan dan teriakan lantang.
Sejak
perkenalan itu, hampir tak ada panggung rendah, luas terang tanpa
barikade dari mereka dan bersama teman pencerita yang kami lewati. Kami
berdua punya banyak kisah di masa-masa itu. Kisah-kisah saat fisik dan
stamina masih bersedia beradu untuk menerjemahkan berbagai perayaan akan
hal-hal yang sederhana. Namun perjumpaan kami tak begitu lama. Sangat
kuingat malam itu. Saat Maha Oke mengalun pelan dan syahdu tak seperti biasanya sayup kudengar seolah tak percaya, Jenny kini tak ada lagi.
Kami berdua tak kecewa. Toh
Jenny kini melebur dalam perayaan atas kesetaraan yang bisa kami jumpai
kapan saja dengan panggung yang lebih sederhana dengan bingar yang tak
hampa. Dan karena itu pula Jenny tetap kami pakai sebagai nama Kedai
Buku sederhana kami hingga kini. Saat jagoan-jagoan kami berdua kini
begitu akrab dengan jejeran buku-buku itu dan selalu memilih lagu-lagu
Jenny untuk didengar oleh para teman yang bersedia bercerita di kedai
buku kami berdua. Dan kami bercerita dan bernostalgia.
Oh
iya, kami kini punya jagoan yang mengikuti bapak-bapaknya mencari remah
pengetahuan di kota yang semoga masih ramah itu. Kemarin sore salah
satu dari mereka mengirim pesan singkat kepada kami.
“Salam.
Pa’ nda bisaki pulang liburan ini. tp datang nah ke Jogja mauka’ kasi
ketemuki sama band yang enak diajak bercerita. Band tua sih tapi pasti
kita suka. Nama bandnya Festivalist”
Kami
berdua terdiam membacanya dan setelah itu yang terdengar hanya tawa
sejadi-jadinya memenuhi Kedai Buku kami. Kedai Buku Jenny.
----------------
Karena kami akan tetap bercerita.
Selamat Ulang Tahun Saudaraku
Aswin Baharuddin
Cerita ini untukmu…
(Re-post) 11 Mei 2013
KBJ
Sawing, Jenny dan Kedai Buku
Reviewed by Kedai Buku Jenny
on
May 11, 2013
Rating:
No comments: