Cinderamata dari Malino Land #1



Suatu sore seorang yang baru kami kenal datang ke Kedai Buku Jenny berkenalan lalu menceritakan sebuah ide tentang cara unik untuk menikmati akhir pekan dengan musik, buku dan film.
Ide yang ditawarkan memang tidak terlalu lazim, menikmati ketiga aktifitas tersebut di alam raya yang masih hijau dan sejuk. Setelah berdiskusi beberapa saat, Kedai Buku Jenny kemudian diminta untuk berpartisipasi dalam event ini dan tebak jawabannya, tentu saja kami sepakat..hahhaha.

Ide yang kemudian telah terwujud beberapa hari yang lalu dalam event Malino Land. Selamat buat teman-teman Vonis Media, pasti menyenangkan saat sesuatu yang tadinya hanya imajinasi kini bisa terinderai. Sekali lagi selamat, dan ini adalah catatan perjalanan dari Malino Land, sedikit ole-ole, bukan tenteng atau jajanan khas lainnya, hanya cinderamata berupa cerita, sila dibaca.

Kita, Kota dan Rutinitas : Mari Berhenti Sejenak

Doc. Kedai Buku Jenny
Mari meninggalkan Makassar sejenak, tak perlu khawatir kota kita ini kesepian, masih ada benderang lampu jalan, juga bangunan minimalis berbentuk kotak hingga hingar bingar klakson dan desingan mesin kendaraan sepertinya cukup setia “menemani”. Justru mungkin saat sebagian dari kita beranjak untuk meninggalkanya (meski sejenak) akan mengurangi beban kota yang memang tampak lelah dan tak lagi ceria.

Sudahlah, untuk sesaat mari meninggalkan rutinitas kantor dan sekolah, yakinlah keduanya sudah cukup perhatian di 5 hari sebelumnya. Sekarang saatnya beristirahat, berlibur, bervakansi, atau apapun padanan kata yang sesuai, yang jelas mari melepaskan diri dari rutinitas yang mungkin seringkali menjebak. Seperti hentakan berisi ajakan untuk “Menangisi Akhir Pekan” oleh Jenny. Juga alunan suara dan musik merdu dalam “Vakansi” yang dibawakan White Shoes and The Couple Companies atau himbauan berbalut melodi manis dan suara seksi dari Teman Sebangku dengan “Mari Berhenti Sejenak”, Yah.. Mari Berhenti Sejenak !!!

Malino Land sebagai sebuah gagasan: Piknik Alternatif
Dalam konteks seperti di atas maka tawaran metode untuk berpiknik ria a la Malino Land menjadi serupa hembusan angin segar bagi kita semua yang mengharapkan akhir pekan yang lebih berkualitas. Piknik memang tidak akan mampu menyelesaikan semua permasalahan, tetapi menghabiskan akhir pekan ditengah sumpeknya kota terus menerus bisa jadi justru menambah masalah. Karenanya upaya-upaya untuk terus memperkaya metodologi seperti Malino Land ini menjadi lebih dari layak untuk kita dukung.

Malino Land menawarkan interaksi berkualitas melalui Musik, Buku, dan Film dalam ruang terbuka yang benar-benar masih hijau. Live Music mungkin di dalam sebuah gedung atau lapangan terbuka kota tentu saja menyenangkan, tetapi menyaksikannya di tengah-tengah pepohonan tentu memiliki sensasi tersendiri. Membaca novel di kamar atau perpustakaan memang mampu membawa kita larut dalam alur cerita tapi membacanya dengan dengan buaian angin sejuk nan segar pasti menjadi nilai lebih. Begitu dengan menonton film, sesekali melakukannya bukan di rumah atau gedung besar milik Blitz Megaplex dkk tentu layak kita coba.

Lika-Liku Menuju Malino
Malino, salah satu situs wisata di Sulawesi Selatan, kira-kira 1 sampai 2 jam perjalanan dari kota Makassar. Perjalanan ke Malino tidaklah semulus kala mengakses jalur bebas hambatan, selain kondisi geografis di ketinggian yang membuat jalannya berliku, kondisi jalan yang rusak berat juga memperlambat laju kendara kami. Belum lagi jalan yang cukup padat truk-truk tambang yang sangat “berkuasa” dalam memilih lajur mereka, kadang kanan dan kadang kiri, suka-suka merekalah pokoknya. Dalam perjalanan penuh liku ini kami bahkan harus mengiklashkan kaca spion sebelah kanan mobil kami pecah dihantam sesama pengguna jalan.

Jalan menuju Malino mungkin memang sedikit beda dengan daerah wisata lain yang berada di pegunungan. Dikiri-kanan pemandangan yang terlihat adalah aktifitas pengerukan tanah dan mobil-mobil besar yang mengangkutnya, Malino mulai tampak gersang. Mungkin saja, Malino kelak hanya akan tinggal cerita dalam buku sejarah sebagai salah satu tempat perundingan damai dan hanya bisa kita kenang dengan melalui lagu Trees and The Wild, mengingat semakin ganasnya pengerukan alam yang berlangsung disana, semoga tidak.

Perlahan hembusan angin sejuk Malino mulai terasa, meski memang tak sesejuk dahulu tapi kami cukup menikmati dan akhirnya tibalah kami di Venue Malino Land. Tampak spanduk kegiatannya di sebelah kiri jalan, sesaat kemudian terlihatlah sebuah panggung dengan latar pepohonan dan rerumputan hijau di depannya. Hmm…saya menghela nafas dan jujur sedikit merinding, rasanya mirip seperti saat pertama kali mendengar lagu “Tentang Cinta”nya SiMelbi.

Malam yang Ganas dan Pagi yang Magis
Musik memang menjadi sajian utama dalam gelaran Malino Land ini. Aura tersebut mulai terbangun pada sore hari saat band-band yang akan tampil melakukan check sound. Pukul 8 malam, All Confidence Out, Archisexture, dan Paniki Hate Lights mewarnai malam dengan music penuh eksperimen dan teriakan-teriakan yang sepertinya berhasil melawan udara yang semakin sejuk saja. Warna berbeda disajikan oleh Urban Eggs dengan musik instrumentalnya yang seperti punya kuasa untuk membuai dan mengantar imajinasi kita kemana saja, lepas dan tak berbatas.

Doc. Kedai Buku Jenny
Selanjutnya juga ada perform dari Kicking Monday yang malam itu seperti bercerita tetapi dengan iringan musik yang tentu saja super asik. Ada juga Tabasco dengan alunan musik dengan rasa britania kental plus goyangan-goyangan ringan personilnya (komposisi yang apik seperti coto dengan perasan jeruk nipis…heheh) yang membuat kedua tangan kita saling menepuk secara refleks. Dan penampilan malam itu ditutup secara ganas oleh penampilan Al Gore Corp yang menyerupai “ledakan”.

Penampilan Al Gore Corp. / Doc. Kedai Buku Jenny
Sajian musik istirahat sejenak, tapi Malino Land belum kehabisan agenda, masih ada obrol-obrol ringan dengan topik pendokumentasian musik. Obrol-obrol dari beragam perspektif ini, menjadi media sharing pengalaman beberapa teman yang hadir. Obrol-obrol yang kemudian banyak pendapat serius dan sangat sering disisipi canda dan tawa. Setidaknya malam itu kita semua bersepakat tentang urgensi melakukan pendokumentasian musik Makassar. Obrol-obrol kemudian dilanjutkan dengan pemutaran Film karya teman-teman dari Institut Kesenian Makassar (IKM), film yang menurut seorang kawan telah diapresiasi banyak orang dalam skala nasional. Film ini memotret fenomena sosial di Indonesia kala penembak misterius ramai mengincar warga yang dianggap kriminil dan dieksekusi tanpa melalui pengadilan. Yah, itu adalah satu dari banyak potret buram perjalanan sejarah kita.

Menjelang enam pagi, para penampil kembali bersiap dan tampak seseorang (yang belakangan saya tahu dikenal dengan nama Myxomata) sedang mengutak atik laptop dan alat musik yang kemudian mengeluarkan alunan yang menurutku sedikit magis. Musik yang menurutku meski tanpa kata tapi memiliki nilai spiritual tersendiri ini kemudian menjadi serupa back sound bagi Malino Land edisi pagi.

Setelah Myxomata, panggung kemudian diisi oleh Melismatis, sebuah lagu berjudul sama dengan event ini membuka penampilan mereka. Mendengar lagu-lagu melismatis ini seperti naik tangga, semakin lama semakin tinggi dan ketika sampai di klimaks kita tinggal melompat ke bawah sambil bersenandung “menyenangkan… menyenangkan.. menyenangkan..”.
Melismatis / Doc. Kedai Buku Jenny

First Moon / Doc. Kedai Buku Jenny
Lepas Melismatis, saatnya penampil penutup event ini naik panggung dan mereka adalah First Moon. Ini adalah kali kedua saya menonton mereka dan tentu saja menanti mereka membawakan lagu-lagu seperti Malu, Tampil Feminin dan Layaknya Hari Kemarin. Tapi saya sungguh girang saat mendengar mereka meng-cover lagu Hilang dari Rumah Sakit , band yang baru saja comeback pada akhir tahun lalu. Tak hanya Rumah Sakit, First Moon juga membawakan lagu There is a Light that Never Goes Out milik The Smiths yang merupakan request dari Komunitas Ceria. Ohhh.. What a day !!!

Percayalah Inspirasi itu Menular !!!
Memberi judul tulisan ini dengan Malino Land #1 tentunya bermakna kita mengharapkan yang kedua dan selanjutnya. Membayangkan kegiatan ini kelak dikelola lebih sistematis, dihadiri lebih banyak orang, melibatkan lebih banyak komunitas kreatif dan mungkin tiket yang sedikit lebih murah..heheh, pasti semakin menyenangkan. 
Lebih lanjut lagi saya meyakini bahwa Malino Land ini telah menjadi serupa inspirasi bagi banyak orang untuk kemudian membungkus sebuah pesan ke dalam metode-metode yang unik dan beragam. Dan akhirnya, beberapa hal akan tetap diingat meski bagi seorang pelupa sekalipun, dan mungkin Malino Land adalah salah satunya. Dan sekali lagi selamat buat penyelenggara kegiatan ini.



Cinderamata dari Malino Land #1 Cinderamata dari Malino Land #1 Reviewed by Kedai Buku Jenny on April 03, 2013 Rating: 5

2 comments:

  1. KEREN SEKEREN-KERENNYA!!! Ditunggu jilid-jilid berikutnya :)

    ReplyDelete
  2. hebat brow !!!!
    bikin acara kayak gini gak seru dong klo sound systemnya ngacau.
    nah, bagi para muda makassar yang ingin jadi soundman handal.
    ada training sound system di makassar ni.
    kunjungi ja sound system school,deh.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.