Kita Semua Harus Menjadi Feminist : Sebuah Review


Judul Buku : A Feminist Manifesto, Kita Semua Harus Menjadi Feminis
Penulis : Chimamanda Ngozi Adichie
Penerbit : Odyssey
Tahun : 2019

Review Buku oleh Harnita Rahman

Buku ini ditulis Chimamanda Ngozi Adichi, yang diawal secara eksplisit menyatakan dirinya sebagai Seorang Perempuan Feminist Afrika yang Bahagia yang Suka Memakai Sepatu Hak Tinggi dan LipGloss untuk Mengesankan dirinya Sendiri. Pernyataan perkenalanan ini ditulis secara jelas di bagian pembuka menurut saya demi menarik batas jelas tentang pandangan feminism yang dibentuk orang-orang hingga membuatnya terkesan begitu berat dan sukar untuk dilalui. 

Buku ini adalah textbook tentang feminism dikemas ringan dengan penyampaian data melalui narasi penulis yang lugas dan provokatif. Buku ini ditulis Chimamanda untuk seorang anak perempuan sahabatnya yang bernama Ijeawele. Dia membagi buku ini dalam 15 bagian yang menjadi manifesto bagi saiapapun yang menyadari bahwa menjadi feminist adalah wajib.

Data yang dipaparkan, sekali lagi berdasarkan pengalaman pribadi  dan atau orang-orang di sekitar Chimamanda yang berada di ranah relasi laki-laki dan perempuan, khususnya yang terjadi di Nigeria. Berangkat dari perangkap budaya di daerah kelahirannya yang membentuk perspektifnya soal menjadi laki-laki dan perempuan. 

Chimamanda di awal bukunya menarik batas jelas tentang definisi feminsime yang ia percayai yang ia benturkan atas definisi feminisme yang dipercayai banyak orang :
“kau membenci pria, kau membenci bra, kau membenci budaya Afrika, kau berpikir bahwa wanita harus selalu bertaggung jawab,kau tidak memakai riasan, kau selalu marah….”  Begitu dia menggambarkan bagaimana feminism yang berkembang di Nigeria, terasa sangat berat.
***
Dimulai dari kelompok sosial yang paling kecil, yaitu keluarga. Laki-laki dan perempuan dididik dengan berbeda. Perempuan wajib tumbuh sebagai pribadi yang “menyenangkan” orang lain, dia dididik harus sopan, pandai tersenyum, sedangkan laki-laki dituntut mengeksplorasi dunia. Lebih dari itu, pandangan maskulinitas menjebak pola pengasuhan laki-laki menjadi sangat sempit. Laki-laki tidak boleh menangis, laki-laki harus menghindari kerentanan dan ketakutan untuk menjadi tangguh. Bukankah pola pendidikan tersebut telah membatasi baik laki-laki dan perempuan untuk mengenali potensi dirinya?

Menarik, saat Chimanda mengakui bahwa berbicara tentang gender sejak dulu  adalah melulu tentang menentukan bagaimana kita semestinya bukan mengakui siapa kita sebenarnya. Melalui buku ini, Chimamanda melihat hal-hal penting yang sebaiknya dilakukan dari kelompok terkecil dalam masayarakat kita, yaitu keluarga, bahkan lebih kecil lagi, yaitu hubungan laki-laki dan perempuan. 

Berikut adalah Manifesto Feminist melalui 15 anjuran menurut Chimamanda dalam bukunya :

1. Menjadi manusia seutuhnya
Saat menjadi perempuan, saat menjadi istri, atau menjadi ibu jangan hanya menjalankan peran itu. Karena peran yang yang sesungguhnya adalah tetap menjadi manusia. Dia menceritakan bagaiamana seorang jurnalis perempuan menekankan pada bawahannya untuk tidak pernah meminta maaf atas pilihannya bekerja. “mencintai pekerjaannmu adalah hadiah terbaik untuk anak-anakmu.”

Peran yang ganda biasanya hanya milik perempuan, menjadikan perempuan harus memilih anatara keluarga dan dirinya. Padahal jika ingin adil,laki-laki pun punya peran sebagai suami dan bapak. Tapi nyatanya hal tersebut tidak dibebankan padanya. Karena beban rumah tangga hanya milik perempuan semata. Karenanya penting bagi perempuan untuk mengenali potensi dirinya,menjadi ibu menjadi istri tidak boleh serta merta menghilangkan diri perempuan sebagai manusia seutuhnya. 

2. Lakukan bersama-sama
Menjadi ayah dan menjadi ibu adalah kata kerja. Laki-laki di dalam keluarga harus mampu melakukan apapun kecuali yang menentang kemampuan biologisnya “melahirkan dan menyusui.”

Kita para perempuan terbiasa berterimakasih pada suami saat dia mengganti popok, menjaga anak, padahal itu adalah bagian dalam pekerjaannya juga, bersama “membangun rumah tangga.” Pengasuhan anak, pembagian kerja di rumah, harus setara. Sekali lagi, setara tidak mesti sama. Para lelaki yang mengerjakan pekerjaan rumah, tidaklah membantu istrinya, tapi dia menjalankan pekerjaannya.

3. Jangan jadikan alasan “karena kamu perempuan” untuk apapun
Dalam pendidikan masyarakat Nigeria yang patriarki, dia menemukan banyak hal sejak kecil bagaiamana seorang perempuan dibentuk.
“menyapulah dengan benar selayaknya perempuan” mereka tidak pernah diberi tahu “menyapulah dengan benar supaya bisa membersihkan dengan baik”  hal ini akhirnya menjadi pemahaman bahwa pekerjaan menyapu memang adalah pekerjaan perempuan semata. Begitupun dengan memasak, dan rentetan kegiatan domestik lainnya.

Hal ini menurut penulis juga disebabkan karena sejak lama pernikahan dianggap sebagai anugerah untuk perempuan. Dan syarat untuk meraih anugerah tersebut adalah menjadi”perempuan” yang distandardisasi oleh sistem yang mendewakan laki-laki.

4. Waspada atas “feminism lite”
Feminism lite adalah gagasan dimana orang melihat bahwa kedudukan laki-laki secara alami lebih unggul sehingga dia dituntut untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Sementara poin utamanya bukan itu. Misalnya, seorang lelaki kelihatan menjadi unggul karena dia “mengizinkan” istrinya bersinar, memberikan ruang gerak yang bebas pada istrinya. Kata “mengizinkan” pada dasarnya adalah kata yang mengandung relasi kuasa, yang semstinya tidak ada dalam hubungan suami dan istri. Begitupun saat menyorot posisi seorang suami yang berhasil, kita sering menyatakan bahwa ada perempuan hebat di belakangnya. Pertanyaannya kemudian, jika ia perempuan hebat, kenapa harus berdiri di belakang suaminya,kenapa tidak di sampingnya untuk berjalan  dan bersinar bersama.
Gagasan feminism lite ini pula yang akan menyorot jauh lebih dalam saat mendapati seorang perempuan tangguh di sekitarnya. Orang akan bertanya “bagaiamana keluarganya? Apakah dia mengurus anak-anaknya dengan baik? Apakah dia ramah?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak ditujukan saat laki-laki menjadi objeknya.

5. Membaca
Membaca adalah kekuatan. Jika seorang ibu membaca,maka anak-anaknya akan tahu bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan penting dan menyenangkan. Buku akan membantu anak-anak untuk memahami dunia, mengekspresikan dirinya,dan membantunya dalam banyak hal.

6. Ajarkan anak untuk mempertanyakan bahasa
Bahasa adalah gudang prasangka, asumsi sekaligus keyakinan kita. Sebagaiorang tua kita wajib menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kita utarakan pada anak. Panggilan princess misalnya, ia begitu lekat dengan kecantikan bentukan film,kemegahan dan pangeran yang akan datang untuknya.

Dalam perkembangan anak, orang tua harus selalu mampu menjelaskan sesuatu dengan baik. Misalnya, saat berjumpa dengan polisi perempuan, jangan katakan dia polisi wanita. Katakan dia polisi. Kita tidak pernah mengatakan polisi laki-laki bukan?

Terkait dengan feminism, jangan lekatkan dia dengan kata-kata patriarki,masoginis,atau semacamnya yang bisa membangkitkan kebencian terhadap kaum tertentu. Anak-anak harus belajar melihat bahwa ada kondisi nyata yang dialami perempuan tapi tidak dialami laki-laki. Sebagai laki-laki atau perempuan,anak-anak harus tahu bahwa perempuan tidak perlu dihormati, disanjung atau diperjuangkan. Yang perempuan butuhkan adalah diperlakukan sebagai manusia yang setara.

7. Pernikahan bukanlah pencapaian
Pernikahan bisa membahagiakan bisa juga tidak, yang jelas dia bukanlah prestasi apalagi cita-cita yang harus dibanggakan. Anak-anak perempuan tumbuh dengan mengidamkan pernikahan sebagai hal yang harus mereka kerjakan, dan laki-laki sayangnya tidak dididik serupa. Akhirnya hanya perempuan yang seolah harus terburu-buru, terkejar waktu untuk menikah, dan laki-laki tidak karena dituntut untuk lebih mapan dahulu.

8. Ajari anak untuk menolak ”disukai”
Setiap anak harus tahu bahwa ia tidak perlu melakukan sesuatu untuk disukai orang lain, sesuatu dilakukan karena memang mesti. Bersikap jujur, terbuka, berani. Ia tidak harus dididik untuk selalu tersenyum, selalu menjawab dengan sopan, atau hal-hal semacamnya untuk menarik simpati orang lain. Ia hanya perlu sadar tentang dirinya sebagai manusia yang setara dengan manusia lainnya.

Mendidik anak menjadi disukai sangat tipis bedanya dengan mendidik mereka menjadi palsu. Banyak gadis yang diam ketika dilecehkan karena dia takut untuk tidak disukai. Kita hidup di tengah perempuan-perempuan yang kesulitan bernafas lega demi membungkus dirinya menjadi sosok yang disukai.

Anak-anak harus tumbuh dengan memahami bahwa tidak perlu untuk disukai oleh semua orang. Anak perempuan khususnya bukan hanya objek untuk disukai, dia punya hak menyukai dan tidakmenyukai orang lain. Didik ia untuk jujur, baik dan berani.

9. Berikan rasa identitas
Memberikan anak identitas adalah kebutuhan. Dia harus tahu siapa dirinya, asal usul suku bangsanya dan kebanggaan yang ia bisa dapatkan dari situ, tanpa menutupi hal-hal buruk yang kemungkinan akan ia dapatkan di masa depan.

10.Jangan mendikte penampilannya
Anak perempuan, khususnya akan tumbuh dengan standard orang lain di sekitarnya. Anak-anak harus ditanmakan kecintaan dan kebanggaan akan apa yang ia miliki. Sebagai hal yang harus ia jaga dan pertanggungjawabkan. Yang paling utama,dia harus sehat.

Anak perempuan harus keluar dari citra tubuh yang kadang mengungkungnya dan kelak bisa saja membuatnya merasa malu . Tentang payudara,misalnya. Anak-anak harus sejak dini menyadari bahwa pakaian dan moralitas adalah dua hal yang berbeda.

11. Hal-hal biologis bukanlah norma sosial
Dalam banyak sistem kekerabatan, anak dianggap menjadi milik ayahnya. Hal  tersebut terkadang menciptakan carut marut penentuan nama belakang atau nama depan anak. dalam kasus perceraian,hal ini menjadi patokan sehingga anak biasanya diserahkan pada ayahnya.  Padahal secara biologis, anak adalah milik ayah dan ibunya.

12. Bicara pada anak tentang seks
Pembicaraan tentang seks harus dimulai sedini mungkin. Anak-anak harus mengenali tubuhnya dan bagaiamana ia bekerja. Tentang seks, anak-anak harus tahu bahwa hal tersebut adalah hal yang menyenangkan namun selalu diiukuti oleh konsekuensi tertentu apalagi bagi perempuan. Tubuhnya adalah otoritas penuh dirinya. Dia berhak mengatakan ia dan tidak terhadap aksi atau reaksi yang ia terima di tubuhnya.

Seksualitas tidak punya relasi dengan rasa malu. Dia tumbuh secara alamiah dan setiap orang punya pola yang berbeda. Hal utama yang penting untuk mereka lakukan adalah menyebut organ vita mereka sesuai dengan nama biologisnya dan memahami fungsi-fungsinya.

13. Ikuti proses hubungan romansa anak
Hubungan romantic adalah keniscayaan. Penting membekali anak kepercayaan bahwa orang tua adalah teman yang nyaman untuk diajak berbagi tentang hal ini.

14. Ceritakan pada anak tentang penindasan
Tidak hanya kisah dongeng yang indah, anak-anak harus dipaparkan kisah-kisah bahwa manusia, laki-laki dan perempuan punya potensi untuk berbuat jahat pada orang lain dan bagaimana kita bersikap akannya.

15.  Ajarkan anak tentang perbedaan
Perbedaan adalah hal biasa, adalah realitas dunia. Mengajarinya tentang perbedaan berarti membekalinya kecakapan untuk bertahan. Anak-anak harus terbiasa tidak menguniversalkan standard yang ia dapatkan dalam kehidupannya. Bentuk kerendahan hati yang paling manusiawi adalah saat menyadari bahwa perbedaan itu lumrah.   

Ke lima belas anjuran ini adalah anjuran yang dirangkum Chimamanda untuk semua laki-laki dan perempuan yang akan atau sedang membangun keluarga. Dia mempercayai, bahwa di rumahlah kesetaraan itu perlu dilihat anak-anak untuk menjadi bekal di belantara sosialnya kelak. Ia meyakini setiap orang harus menjadi feminist- entah ia umumkan atau tidak- demi setaranya perempuan sebagai manusia seutuhnya.     
Kita Semua Harus Menjadi Feminist : Sebuah Review Kita Semua Harus Menjadi Feminist : Sebuah Review Reviewed by Kedai Buku Jenny on January 06, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.