Penulis dan Cemoohan yang Tetap Ada

Oleh: Zulkifli Ari/Mahasiswa/ Teman Pencerita

Kebanyakan orang di dunia ini menganggap bahwa ‘mencemooh adalah sifat yang buruk bagi manusia’ atau ‘mencemooh adalah sifat hewaniah’ atau ‘mencemooh itu godaan dari setan dan iblis’. Yang belakangan di sebut biasa diucapkan oleh seorang agamawan, yang belakangan juga membuatku bertanya untuk diriku sendiri; mengapa setan dan iblis selalu menjadi akar dari dosa manusia?. Mungkin jika setan dan iblis memiliki hak untuk berbicara di dunia ini ia akan berkata; “woi! Memangnya gue pernah ngegodain loe kampret. Yang buat salah loe, yang di tuduh gue. Pikiran loe yang jorok, malah gue yang di tuduh bisikin loe. Dasar manusia!”. Mungkin juga kau akan berpikir bahwa “tugas setan dan iblis memanglah untuk menggoda manusia di dunia ini”. Tetapi jika kau tidak memikirkan hal itu, berhentilah membaca tulisan ini dan dengarlah khotbah-khotbah agamawan di Youtube yang ingin benar sendiri atau tontonlah Roy Kiyoshi (KARMA) dengan endusan-endusannya yang seperti ..... (ah. Saya merasa enggan harus menyebut nama hewannya). Setiap kita pasti pernah mencemooh, itu hal yang manusiawi dan tidak bisa dipungkiri.

Lacan berpendapat bahwa “hasrat terhadap sesuatu yang kita (baca: kita sebagai individu atau saya) inginkan sebenarnya adalah sesuatu yang di inginkan juga oleh orang lain”. Misalnya; kau menginginkan sebuah gawai dengan logo apel di gigit pada ujungnya bukan karena kau membutuhkannya tetapi karena orang lain juga menginginkannya. Atau contoh lebih gampangnya lagi; kita (atau mungkin hanya saya) sering memposting sesuatu di media sosial kita agar hanya orang lain tahu, dan secara tidak langsung menegaskan rasa cemas kita akan eksistensi diri kita sendiri. Maka dari itu hasrat seseorang untuk mencemooh akan lebih mudah ada. Tetapi jauh sebelum  Lacan, Schopenhauer melalui Kehendak Buta dan Kesia-siaan telah berpendapat bahwa memang sifat dasar manusia adalah mencemooh (tentu saja semua pendapat masih bisa didiskusikan lagi, dan kau juga bisa tidak menerimanya.)

Seperti pergi ke warung Tegal (WARTEG) atau warung masakan Padang. Kau akan menemukan berbagai sajian teori ataupun pendapat dari pemikiran orang-orang (siapapun itu), tetapi seenak-enaknya masakan di warung, lebih enak jika kau yang memasaknya sendiri meskipun hasilnya mungkin tidak enak, setidaknya itu adalah hasilmu dengan caramu sendiri. Konsekuensi jika kau tidak bisa memasak ialah kau hanya memakan sajian enak yang telah dihidangankan, memang enak tetapi bersedihlah akan hal itu.

“Saling cemooh antar penulis lumrah dikumpulkan, sebab ia adalah dokumen kebudayaan yang penting. Di dalamnya kerap terkandung rekaman pertentangan ideologi, estetika, dan lain-lain. Dan yang nilainya tak kalah besar: pertunjukan keterampilan para penulis dalam mempergunakan kata-kata.” kata Dea Anugrah dalam tulisannya Di mana Ada Penulis, di situ Ada Cemooh. Di tirto.id 9 Agustus 2016

Penggalan puisi dari Sapardi Djoko Damono ‘Aku ingin mencintaimu dengan sederhana’ mungkin tidak asing lagi di telingamu atau mungkin kau juga pernah mengutipnya untuk seseorang. Saut Situmorang secara dengan sengaja mencemooh puisi Sapardi itu dengan cara membuat puisi  tandingan; ‘Aku ingin mencintaimu dengan membabibuta’. Mungkin masih membekas juga dalam ingatan kita bahwa Saut juga pernah dilaporkan oleh Fatin Hamama pada Maret 2015 lalu. Saut dilaporkan sebab mencemooh Fatin “bajingan” dan “seperti lonte tua yang tidak laku”, tetapi bukan tanpa sebab Saut mencemooh seperti itu, Fatin ialah orang yang menghubungkan beberapa penulis dan berusaha membuat proyek buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, yang disponsori oleh Denny J.A, yang bekerja sebagai konsultan politik. Sejumlah penulis dan pemerhati kebudayaan menganggap bahwa buku itu sebagai usaha memanipulasi sejarah sastra Indonesia. Tidak berhenti sampai disitu, Saut dan beberapa orang penikmat karya-karya Ernest Hemingway, pada tahun 2018 lalu mencemooh David Setiawan, sebagai penerjemah, dinilai gagal menerjemahkan karya Ernest Hemingway dalam bahasa Indonesia, dan tidak sesuai dengan gaya kepenulisan Ernest Hemingway.

Pada 3 Agustus 2009 Mikael Johani dengan tulisannya Idiotika Damhuri di laman Facebooknya mencemooh tulisan dari Damhuri Muhammad Romantika Pasca-Enam Lima yang terbit di Kompas 2 Agustus 2009. Di dalam tulisan itu Mikael menulis “apakah minyak rambut yang membuat rambut panjang Damhuri yang selalu di kuncir jadi selalu terlihat licin telah membuat otaknya suka kepeleset juga dalam berpikir?”.

Tetapi jauh sebelum hal itu terjadi, Mahbub Djunaidi dalam tulisannya Wajah di koran Kompas 20 Maret 1988 mencemooh Ajip Rosidi sebagai orang “tak kenal sisir seumur hidup” dan berpenampilan seperti “petani yang lagi coba-coba urbanisasi ke kota”, di dalam tulisan Mahbub Djunaidi itu juga mencemooh Totok Sudarto Bachtiar sebagai “orang ini jadi hitam legam, habis terbakar mentari karena jadi pelatih tenis, tidak ada urusan dengan sajak lagi”. Bahkan penulis seperti Pramoedya juga pernah di cemooh oleh Idrus “Pram, kamu itu tidak menulis. Kamu berak!” dan juga jauh sebelum Eka Kurniawan terkenal seperti sekarang, naskah bukunya Cantik Itu Luka (yang judul awalnya; O Anjing) selalu di tolak oleh penerbit dan ketika terbit pertama kali di penerbit indie Jendela, kritikus sastra Maman S. Mahayana yang juga salah satu orang dari Tim 8 yang terlibat dalam pembuatan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh mencemooh Eka Kurniawan, tetapi tentu saja Muhidin M. Dahlan sebagai teman Eka Kurniawan tidak menerimanya dan membuat tulisan tandingan dan mencemooh Maman S. Mahayana bahwa kritik terhadap Eka Kurniawan adalah kritik yang salah alamat.

Saling cemooh tidak saja terjadi di antara penulis Indonesia, penulis dunia juga melakukannya, Gustave Flaubert mencemooh George Sand seperti “sapi besar yang penuh tinta”, Max Eastman mencemooh “berhentilah sembunyi di balik bulu dada palsumu” kepada Ernest Hemingway, lalu ketika bertemu di kantor Maxwell Perkins, Hemingway membuka kancing bajunya lalu berkata “lihatlah, mana yang palsu dari bulu dada ini” kepada Max Eastman, dan secara cepat Hemingway mengambil buku lalu membukanya dan mengapitkannya dengan keras di hidung Max Eastman.

William Faulkner penulis asal Mississipi, Amerika yang karya-karyanya di baca habis oleh Gabriel Garcia Marquez bahkan sampai mengikuti gaya kepenulisan Faulkner, tetapi itu hanya di masa-masa awal kepenulisan Marquez. Faulkner tidak menyukai gaya penulisan dan mencemooh Hemingway dengan kalimat “orang itu tidak pernah menggunakan satupun kata yang menggiring orang ke kamus”, namun Hemingway membalas cemoohannya degan lembut “Faulkner yang malang. Apa dia pikir perasaan-perasaan yang besar mesti berasal dari kata-kata yang besar?”. Meskipun memiliki kesamaan dalan gaya kepenulisan yang lugas, kalimat sederhana, dan bahasa konkret. Dan juga memiliki pengalaman terlibat dalam perang. Dan juga pernah tinggal hanya berbeda 1 blok di Kota Paris (tentu saja sebelum mereka terkenal) Ernest Hemingway dan George Orwell juga pernah saling mencemooh mengenai pandangan politik. Jean-Paul Sartre dan Albert Camus bahkan harus memutus tali pertemanan sebab saling mencemooh dan berbeda pandangan politik.

Dan mungkin kita juga tidak lupa bagaimana seorang pemikir berkumis tebal Friedrich Nitzsche mencemooh Dante Alighieri: “seekor dubuk yang menulis puisi di kuburan”, tetapi di antara semua cemoohan yang ada, cemoohan yang membuatku tertawa dalam pikiran adalah cemoohan-cemoohan Mark Twain, contohnya saja ketika Mark Twain mencemooh Jane Austin “setiap kali membaca Pride and Prejudice, aku ingin menggali Austen dari kubur dan menggetok kepalanya dengan tulang keringnya sendiri” atau cemoohan Mark Twain kepada Fenimore Cooper “di dunia ini ada orang-orang nekat yang menyatakan bahwa Cooper sanggup menulis dalam bahasa Inggris, tapi mereka semua telah mati” atau cemoohannya terhadap Henry James “Sekali kau meletakkan buku James, kau takkan mengambilnya lagi.” Mark Twain memang adalah penulis yang dicintai melampaui zamannya sendiri, tetapi bukan berarti tidak ada yang berani mencemoohnya, Faulkner malah mencemoohnya sebagai “penulis abal-abal” dan “dia hanya mengotak-atik bentuk-bentuk lawas yang keberhasilannya sudah teruji dengan menambahkan warna lokal untuk memikat orang-orang palsu dan malas.” Hingga seorang penyair pun seperti Edith Sitwell mencemooh Virginia Wolf dengan berkomentar “karya Virginia Wolf itu cuma rajutan yang mempesona.” Saya merasa masih banyak cemoohan-cemoohan antara penulis yang belum saya tuliskan disini.

Namun di antara semua cemoohan, baik itu membuat tertawa hingga membuat tersinggung, sejak 2009 Bill Ryan seorang penulis asal Amerika di dalam situsnya insultedbyauthors.com mendokumentasikan lebih dari 50 buku lengkap dengan cemoohannya. Berbeda dengan cemoohan yang sudah ada, Bill Ryan memakai gaya yang lebih baru dengan cara mengunjungi acara-acara peluncuran dan pembacaan buku oleh penulis-penulis ternama dan pada sesi tanda tangan, berbeda dari kebanyakan orang, ia tidak meminta penulis ternama itu untuk menambahkan kata-kata mutiara dekat tanda tangannya, melainkan cemoohan untuknya. Pada bagian itu Bill Ryan telah membawa cemoohan ke tingkat yang lebih baru. Favorit Bill Ryan adalah makian Amy Sedaris: “Bill, aku bisa saja menyebutmu memek, tapi kau kurang hangat dan mendalam.” Tetapi seburuk-buruknya cemoohan yang pernah diucapkan atau dituliskan, tidak ada yang mengalahkan buruknya cemoohan seorang pria muda sambil merusak motor yang ia pakai kepada polisi yang sedang menilangnya. Mungkin dalam pikirannya si polisi yang sambil menulis dengan diam berkata “di saat anak muda seusia kau ini sedang ikut menolak RUU Permusikan dan menertawakan debat calon presiden, kau dengan kebodohanmu malah merusak motormu sendiri.” Lalu Anang Hermansyah nun jauh di sana berkata kepada Ahmad Dhani “kalau aku...sih...yes.” hhhhh. Selamat merayakan cemoohan. Dan jangan lupa cemooh tulisan ini.
Penulis dan Cemoohan yang Tetap Ada Penulis dan Cemoohan yang Tetap Ada Reviewed by Kedai Buku Jenny on February 11, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.