3 hari bersama Gaspar


Menjadi pemenang unggulan dalam sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta, dan diulas di banyak timeline di media sosial, Gaspar menjadi salah satu novel yang laris di kedai kami. Seingatku kami merestock buku ini hingga 5 kali, dan masih sering dicari hingga sekarang. Ketenaran Gaspar, tidak membuat saya serta merta langsung melahapnya, mengamankannya untuk koleksi perpustakaan iya. Saya butuh hampir 3 bulan untuk berkeinginan membacanya.
Yah, rupanya saya membutuhkan pandangan subjektif tentang buku ini, karena membacanya kali pertama, saya kewalahan membangun imajinasi untuk nama, tempat dan cerita yang dibangun Sabda Armandio, si penulis. Saat membacanya kali pertama, saya selalu membayangkan cerita ini terjadi di negara-negara kecil pecahan uni Soviet sana. Ketika bangunan-bangunan imajinasi mulai saya rancang rapih, ceritanya tiba-tiba membentur ruang-ruang nyata di kota-kota besar di Indonesia yang pernah saya lihat. Jakarta, Bandung, misalnya . Dan sekali lagi, karenanya,  saya kewalahan. Sampai 3, 5 orang pengunjung KBJ yang sudah membeli dan membacanya menyatakan  “bagus,k”, “ceritany aneh tapi menarik, k”, atau “astagaaa, bacaki K” langsung pada saya dengan mimic muka yang susah saya tebak. Tepatnya misterius. Buku ini menyisakan raut-raut pertanyaan pada beberapa pembacanya yang kebetulan saya kenal dan saya tanyai akannya. Untuk itu, saya bertekad membacanya lagi.
Dengan tekad itu, saya mulai membaca kembali buku ini tanpa harapan apa-apa atau mencoba membangun imajinasi lewat cerita-cerita yang dimunculkan. Tidak saya sangka itu berhasil.  Saya mulai masuk dan perlahan mulai terlibat dalam petualangan Gaspar.  Mengenal Gaspar, saya membayangkann dia seorang bad boy yang mungkin akan membuat saya tertarik. Dia cerdas, berani, ceplas-ceplos, kaya, amburadul, lahir dari keluarga broken home. Namun dia pemimpin yang didengar, berpengaruh dan yang paling utama dia peduli. Dalam cerita 24 jamnya, Gaspar menelanjangi dirinya pada 5 teman barunya dan pada saya. Ia selalu punya jawaban atas tiap pertanyaan orang-orang di sekitarnya, saya yakin dia teman bicara yang menyenangkan. Dia pandai berkilah, punya pengetahuan sejarah yang mumpuni, punya  pandangan politik yang mencerahkan.
Misi Gaspar dalam 24 jam itu adalah mencuri kotak hitam atau kotak ungu, yang telah menjadi obsesi besarnya sejak umur belasan, dan ia lihat di sebuah toko Emas milik Wan Ali. Di dalam muwujudkan rencananya,  ia melibatkan orang-orang yang baru ditemuinya, seorang Nenek tua dan anaknya, yang, seorang perempuan muda, sahabat dan pacar sahabatnya yang dulu pacaranya. Gaspar lihai meyakinkan bahwa tujuannya malam itu, bukanlah tujuan pribadinya semata, melainkan akan menjadi tujuan mereka juga. Mencuri kotak hitam bukanlah tentang uang semata, tapi tentang membuka rahasia dunia yang penuh kejahatan. Begitu yakinnya.
Ide cerita yang muncul di Gaspar menurut saya biasa-biasa saja, yang menakjubkan adalah cara penulis mengeksplorasi momen-momen yang dilewati selama 24 jam itu. Saya suka semua jenis pembicaraan dalam kisah kisah ini termasuk banyolan-banyolan yang menggelitik, saya suka bagaimana Gaspar memilih nama-nama nyentrik untuk teman-temannya, saya suka teman-teman Gaspar yang tidak pernah meyakini kegilaan Gaspar, saya suka Gaspar memperlakukan Cortazar dengan bebas, saya suka Yadi/Pongo yang takluk pada istrinya, saya suka Kik dan Njet yang bebas berhubungan walau ada bayi Gaspar di perut Kik, saya suka bu Yati/Pingi yang tidak berhenti menaruh harapan pada suami, saya suka Angel yang tidak pernah takut menghadapi dirinya yang berbeda, saya suka Budi Alazon yang tergila-gila pada Gaspar, saya suka Wan Ali yang menyembunyikan ketengikannya di bawah nama kebaikan. Satu satunya karakter yang tidak saya suka adalah si detektif, dan menariknya dalam imajinasiku, dia juga satu-satunya tokoh dalam buku ini yang punya IQ dangkal. 
Karena karakter-karakter itu, cerita yang disuguhkan Sabda Armandio menurutku “penuh” (saya belum menemukan kata yang tepat) sampai saya kesulitan mendapatkan ruang untuk mencerna analogi-analogi yang dihadirkan lewat percakapan-percakapan antar tokohnya. Mulai dari hal hal kecil yang nyata yang terjadi di sekitar kita, cerita jaman prasejarah, absurditas beragama, dongeng dongeng masa depan, dan kisah-kisah mitos yang tidak bisa kita pastikan kenyataannya. Namun, saya menikmatinya. Seperti menikmati hentakan-hentakan musik nya Myxomata yang tidak tertebak ke mana arahnya. Dan yang penting, walau alur cerita yang dibangun tumpang tindih karena menyajikan dua settingan tempat dan waktu yang berbeda, saya memahami jalannya cerita dan secara perlahan mampu mengkoneksikan satu kisah dengan kisah lainnya yang tetiba bertemu di satu titik. Dan itu jenius, menurut saya. dan, mungkin karena alasan itulah, Sabda menyatakan bahwa cerita ini adalah cerita detektif. Jika kamu mengharap ada fakta-fakta baru dibalik hipotesis atau kemungkianan atau mitos yang biasanya diramu apik dalam cerita detektif, kau tidak mendapatkannya di sini. Atau berharap ada rumusan, istilah, nama-nama ilmiah yang diselidiki, yang juga sering kali muncul dalam cerita detektif, pun tidak ada di buku ini. Tapi, secara keseluruhan, Gaspar menyuguhkan cerita pencarian.  Tentang pertanyaan pertanyaan kecil dan besar, dan tentang kematian seseorang yang saya duga Gaspar.
Saya suka semua bagian-bagian yang saya anggap tak masuk akal dalam cerita ini. Saya suka Gaspar. 24 jamnya yang adalah 3 hari saya, yang saya jumpai disela-sela rutinitas adalah perkenalan yang tak boleh saya lupakan.
Desember, 16th 2017  
Harnita Rahman      
3 hari bersama Gaspar 3 hari bersama Gaspar Reviewed by Kedai Buku Jenny on December 17, 2017 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.