Catatan dari KBJamming Vol. 6: Lagu Anak-Anak Kekinian yang Semakin Tidak Kekanak-kanakan

Ada yang berbeda di KBJamming yang memasuki Volume 6 ini. KBJamming yang merupakan event rutin  diadakan oleh Kedai Buku Jenny setiap bulan, merilis tema anak –anak untuk memperingati Hari Anak Nasional Indonesia yang tepat dirayakan setiap tanggal 23 Juli. Namun tetap KBJamming menghubungkannya dengan cerita tentang kota. KBJamming Volume 6 tetap diadakan di Kedai Buku Jenny, dimulai pukul tepat pukul 14.00 WITA pada hari Minggu, 28 Juli 2013. Obrolan dan jamming kali ini seperti biasa diramaikan beberapa kelompok musik dan pembicara yang sesuai di bidangnya.

Tersebutlah Someday On June, Musikkamar90, 4 Ritme, DB3 Voices serta Diantra Irawan dari Hollywood Nobody yang didaulat untuk menghibur yang hadir di KBJamming Volume 6 ini dengan menyanyikan kembali lagu anak-anak yang menginspirasi mereka saat masih anak-anak hingga sekarang. Line-up kelompok musik yang cukup padat untuk KBJamming kali ini dibandingkan sebelumnya. 
Obrolan KBJamming yang mengangkat subtema mendengarkan kembali lagu anak-anak dan fenomena lagu anak-anak kekinian diobrolkan bersama dengan Nurhady Sirimorok yang merupakan seorang penulis  dan Niar, perwakilan dari Sekolah Rakyat Cakrawala.

Setelah dibuka dengan apik oleh home band dari Kedai Buku Jenny, DB3 Voices yang merupakan grup paduan suara dari FISIP Universitas Hasanuddin membuka KBJamming Volume 6 mampu membuat takjub dengan olah vokal dan harmonisasi mereka menyanyikan kembali lagu-lagu anak seperti “Tak Perlu Keliling Dunia” dari Gita Gutawa dan “Naik Delman.”

Musikkamar90 yang menjadi penampil selanjutnya, merupakan nama panggung dari Juang Melismatis ketika tampil solo. Musikkamar90 membawakan  beberapa lagu anak seperti soundtrack kartun Shinchan yang disulihsuarakan ke Bahasa Indonesia dan “Ambilkan Bulan Bu” ciptaan A.T. Mahmud dan yang istimewa yakni lagu “Suar Asa Benderang” yang merupakan salah satu ciptaan dari Nita, awak Kedai Buku Jenny.

Someday on June yang merupakan kelompok musik terbilang baru namun gabungan orang-orang yang tidak asing lagi di skena musik indie Makassar yakni Ni’mal dari Kicking Monday serta Yudha dan Sultan dari My Silver Lining. Dengan format akustik, mereka membawakan 2 lagu dengan asyik, masing-masing lagu anak-anak berjudul Tamasya dan lagu dari Payung Teduh berjudul Mari Bercerita. Walaupun 4 Ritme dan Diantra Irawan dari Hollywood Nobody berhalangan hadir karena sesuatu hal, namun yang hadir di KBJamming kali ini tetap semangat menyaksikan sambil ngabuburit berbuka puasa.

Di sesi obrolan yang dimoderasi oleh Fitri dari Kedai Buku Jenny, Nurhady Sirimorok membicarakan tentang lagu-lagu anak dahulu dan kekinian. Menurutnya, lagu anak-anak dahulu lebih cenderung mudah diingat karena pemilihan kata-kata yang unik dan tidak biasa, semisal lagu Papaja Mangga Pisang Jambu yang cukup legendaris walaupun penyanyi asli pertamanya bukan anak-anak. Lirik yang dekat dengan keseharian anak-anak, mampu diingat dan mampu bertahan di dekade-dekade berikutnya itulah yang membuat lagu-lagu anak dulu lebih masuk akal lanjutnya.

Lain lagi cerita dari Niar, perwakilan dari Sekolah Rakyat Cakrawala yang menceritakan pengalamannya dalam menyajikan lagu anak-anak di sekolah. Beberapa lagu menurutnya memang sangat membantu proses belajar anak-anak di sekolah karena mempermudah dalam menyampaikan pesan dari suatu pelajaran. Bahkan dia berharap apabila teman-teman musisi dari kota Daeng bisa menggubah juga lagu tentang anak-anak dan tidak melulu bertemakan cinta dan teman-temannya .

Sambil mendengarkan dan tidak sempat menyimak obrolan dengan perhatian penuh,  saya serasa sempat kembali kilas balik sejenak ke masa kanak-kanak saya mengenal musik dan menikmatinya. Cukup jelas di ingatan saya saat menyaksikan sebuah videoklip di sebuah stasiun televisi yang menyita mata dan telinga saat berusia sekitar 2-3 tahun. Seorang anak-anak laki yang sepertinya berusia lebih tua di atas saya, berjoget-joget dengan ekspresif dan lugas melantunkan lagunya.
Sesekali mengeluarkan gerakan khasnya, sambil melompat-lompat dan meninju-ninju tangannya ke udara. Dan momen paling membuat saya semakin bersemangat menyimak sampai tidak tersadar ikut menyanyikan bait lagunya dengan lantang: Si lumba-lumba! Makan dulu! Si lumba-lumba! Bermain api! Ya, videoklip dari Bondan Prakoso berjudul Si Lumba-Lumba yang ketika itu masih menyandang status sebagai penyanyi cilik, sangat historis dalam perjalanan hidup musikal saya. Betapa dahsyatnya lagu itu sampai ibu saya langsung menyebutkannya saat obrolan ringan dengan beliau tentang apa saja lagu-lagu yang pernah saya dengar ketika masih lucu-lucunya. Ibu membenarkan bahwa beliau membiasakan saya mendengarkan lagu anak-anak yang sedang naik daun di dunia pertelevisian tanah air saat itu. Sampai-sampai ketika ke pasar pun beliau pasti membelikan saya beberapa kaset kompilasi terbaru lagu anak-anak dan pastinya saya riang gembira sekali menerimanya. Walaupun sekarang kaset-kaset kompilasi itu sungguh disayangkan entah dimana keberadaannya. Beliau pun menuturkan beberapa lagu anak-anak kesukaan saya seperti lagu dari Susan & Ria Enes berjudul Si Kodok , Si Komo Lewat serta Enno Lerian berjudul Abang Tukang Bakso. Kata beliau jikalau saya tidak mendengarkan atau menyimak lagu, videoklip atau acara anak-anak satu hari pun, pastilah saya berguling-guling di atas lantai sambil meneteskan air mata, sampai-sampai saya terbilang cengeng sekali ketika itu. Susan dan Ria Enes yang sangat ikonik di kalangan anak-anak kecil 90-an, sudah pasti di kepala saya langsung terngiang kembali bait lagu-lagunya, semisal tentang bunyi suara kodok dan juga cita-cita si Susan yang notabene memang cocok dengan tema anak-anak keseharian yang pastinya bermain sambil belajar. Begitu pula Enno Lerian dengan lagu Abang Tukang Bakso-nya mengajak untuk rajin makan banyak 4 sehat 5 sempurna serta membantu ibu di rumah. Lagu “Si Komo Lewat” yang dilantunkan Melissa itu juga termasuk lagu yang dengan liriknya yang tidak biasa. Saking asyiknya lagu tersebut disimak ketika kecil dan masih naïf, saya baru menyadari pesan dari liriknya ketika menonton videoklipnya lagi belum lama ini di sebuah situs sosial media. Bayangkan saja Si Komo yang digambarkan wujudnya besar seperti Godzilla atau Kaiju di film Pacific Rim misalnya, lewat di tengah jalanan kota dan memacetkannya, tiba-tiba bernyanyi: “saya mau lihat pembangunan merata”. Wah, langsung saja saya berasumsi lagu anak-anak ini sudah mengandung kritik sosial yang diperhalus bahkan wacananya masih terus repetitif di kekinian. Weleh.. Weleh… mengutip kata si Komo. Ketika usia bertambah lagi, Joshua dengan lagu Cit Cit Cuit Cit serta Diobok-obok menjadi andalan saya berikutnya. Dan di televisi juga ketika itu mulai muncul acara-acara TV bertemakan anak-anak seperti Tralala Trilili dan Krucil. Film Petualangan Sherina tak luput menjadi favorit saya ketika itu yang membuat saya juga penikmat  berat segala hal berbau Sherina walaupun masih sebatas menyaksikan di depan layar kaca dibanding keinginan bertemu langsung.

Di ranah tulisan, majalah Bobo juga menemani saya untuk semakin rajin membaca perlahan-lahan, sampai saya bisa menikmati novel Lima Sekawan karya Enid Blyton ketika berusia 7 tahun.
Beberapa lagu-lagu itulah kemudian menghidupi perjalanan musikal saya ketika kecil. Masa-masa itu pastilah sudah tidak bisa diulang kembali. Mendengarkan cerita ibu saya serta beberapa kenangan yang masih saya ingat walaupun tidak secara utuh adalah salah dua jalannya. Proses seperti itulah betul-betul saya nikmati dan dimanjakan berbagai macam hiburan anak-anak. Pokoknya banyaknya sumber inspirasi bermain sambil belajar saya dapatkan bisa saja dari menonton mereka ketika itu dari televisi maupun kaset tape. Seperti sihir di negeri Wonderland dimana Alice terdampar, daya magis lagu anak-anak yang saya simak waktu itu dengan khidmat betul-betul meresap sampai sekarang. Walaupun tidak diingat secara utuh, namun esensinya tetap ada. Sedangkan lagu-lagu anak kekinian yang sedang wara-wiri belakangan ini cukup membuat saya melihatnya sebuah kemajuan yang signifikan dibanding era-era terdahulu dari segi kemasannya walaupun tetap sama modelnya. Sisi anak-anak yang seharusnya tetap kekanak-kanakan dalam lagu-lagu anak perlahan mulai terlihat pergeseran nilai. Yang dulunya memiliki tema keseharian dan menikmati apa adanya, sekarang malah terlihat memaksakan untuk ditampilkan, bahkan terkadang pesan-pesan morilnya untuk tidak tepat untuk disampaikan. Semisal lirik lagu-lagu anak yang dulunya masih bertema keseharian bermain bersama teman-teman, sekarang bahkan bertemakan cinta-cinta orang dewasa mulai sering ditampilkan, namun secara tersirat walaupun hanya perubahan diksi kecil seperti “sayang” atau “kekasih” menjadi” teman” atau “sahabat”. 

Melihat fenomena lagu anak-anak kekinian yang kembali naik daun beberapa tahun ini, bisa saja saya menanggapinya dengan simpatik bersama dengan ironi juga. Ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan momen ini untuk mengeruk keuntungan sebagai komoditi yang menggiurkan.
Bagaimanapun suksesnya beberapa stasiun televisi menampilkan lagi anak-anak dalam programnya, Dikemas dengan ciamik, dan dapat dipastikan peminat untuk mengikutinya sangat banyak. Namun tetap saja kepolosan dan keceriaan mereka seakan dibuat-buat untuk mendongkrak rating televisi. Miris memang melihatnya, tapi itulah kenyataan yang sedang terjadi. Nah, momen-momen seperti lagu anak-anak yang dulu didengar itu terkadang membuat saya  cukup  berbangga diri dan bersyukur bisa menghabiskan masa kecil di era 90-an. Dan membuktikan bahwa masa kecil kala itu benar-benar menyenangkan apa adanya!

Catatan dari KBJamming Vol. 6: Lagu Anak-Anak Kekinian yang Semakin Tidak Kekanak-kanakan Catatan dari KBJamming Vol. 6: Lagu Anak-Anak Kekinian yang Semakin Tidak Kekanak-kanakan Reviewed by Kedai Buku Jenny on August 02, 2013 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.